Bismillahirrahmanirrahim.
Setelah lama menggunakan Chromium (induknya Google Chrome), saya menggunakan kembali Firefox. Kali ini saya unduh tarball-nya versi 33.1.1 dari Mozilla dan memanggilnya sederhana melalui KDE Application Launcher Menu. Saya tidak menginstalnya, hanya saya sematkan di menu saja. Alasan saya menggunakannya hanya ingin tahu kecepatannya saat ini. Ternyata versi 33.1 ini lebih cepat dari versi 22 (versi terinstal saya) baik dari segi rendering maupun performa kerja aplikasinya. Saya cepat berpindah tab, cepat Ctrl+T (Chromium yang sudah berat cache-nya, lambat Ctrl+T-nya), cepat mengakses menu, dan menurut saya lebih ringan. Firefox versi ini setidaknya belum memberatkan sistem saya dengan parah. Saya bisa multitasking dengan aplikasi-aplikasi favorit lain (Quassel, Konsole, Texmaker, dan lain-lain) di RAM 2 GB dengan lancar.
Komentar
- Masalah rendering, subjektif, Chromium masih lebih cepat.
- Menariknya, Firefox 33.1.1 ini tidak saya instal. Tetapi dia bisa mengenali plugins dan addons dari Firefox 22 yang sudah terinstal lebih dahulu.
- Tidak hanya plugin, bahkan seluruh bookmark dan history pun dikenalinya.
Menurut saya konsumsi Firefox lebih boros dari Google Chrome, setelah saya lihat di system monitor KDE saat pertama kali dibuka, firefox memakan memory sebanyak 150k sedangkan Google Chrome hanya 70k tapi setelah sama-sama dijalankan performa dan konsumsi memory nya akan relative. 🙂
Saya masih lebih suka Chromium hari ini.
untuk membuka situs yang banyak pake javascript performa chrome tetap paling mantap
Benar.
Itu karena firefox menyimpan data-data addons, history, dan bookmark di home directory, jadi dimanapun lokasi biner firefox nggak terpengaruh. Fun fact: data2 tersebut disimpan sebagai database sqlite dan bisa dioprek langsung dengan sembarang software db manager yang mendukung sqlite… 🙂
Terima kasih, Kang. Tambahan baru untuk saya.