Bismillahirrahmanirrahim.
Dalam tempo dua bulan sejak Maret 2016, saya melakukan sejumlah PM chat dengan sejumlah orang mengenai topik yang saya namakan Free Software Awareness (FSA). Saya hendak menuliskan esai lebih menyeluruh mengenai pengalaman FSA saya, tetapi saat ini saya hanya ingin menyinggung secara ringkas beberapa faktanya.
Dalam PM-PM yang saya lakukan saya menemukan sejumlah fakta dari semua orang yang saya chat:
- Sebagian besar mereka menganggap free software adalah freeware, sebaliknya freeware adalah free software. Mereka tidak mengetahui perbedaan fundamental antara free software dengan freeware.
- Mayoritas mereka menganggap free software adalah software gratis. Bahkan open source juga mereka anggap sebagai software gratis. Dan pengertiannya terhenti di sana. Ini adalah kesalahan fatal.
- Semua mereka tidak bisa mendefinisikan dengan akurat free software.
- Semua mereka tidak bisa mendefinisikan dengan akurat open source.
- Semua mereka tidak pernah membaca dokumen OSD (Open Source Definition). Tentu saja ini keganjilan besar, karena mereka merasa menggunakan open source bahkan merasa menyosialisasikan open source di masyarakat.
- Sebagian saja dari mereka pernah membaca dokumen FSD (Free Software Definition).
- Umumnya mereka bingung ketika menjelaskan open source, ketika harus bersamaan menjelaskan juga free software. Hasilnya definisi masing-masing mereka kacau, tidak kokoh (goncang), saling merancukan satu definisi dengan definisi berikutnya. Tampak di situ belum diketahui dengan menyeluruh dan adil sejarah open source dan sejarah free software.
- Ketika saya mulai memberikan keterangan mengenai free software, dan sebagian mereka mereka mulai mampu mendefinisikan free software, saya tanya balik “kalau free software seperti ini, lalu apa yang disebut open source itu?” sebagian mereka terhenyak “lho iya juga, ya?”.
- Umumnya mereka tidak bisa membedakan antara free software dengan open source.
- Umumnya mereka secara tidak sadar menimpa (replace) seluruh definisi free software, dengan definisi open source.
- Umumnya mereka secara tidak sadar menimpa (replace) dan menamakan ulang (rename) nama free software, dengan nama open source.
- Umumnya mereka tidak tahu sama sekali definisi proprietary software, tidak pernah melihat sendiri lisensi proprietary, dan tidak pernah tahu konsekuensi-konsekuensi sosial dari proprietary.
- Semua dari mereka menggunakan sistem penamaan ‘sebut nama Linux untuk segala-galanya’, sehingga ketika diminta menjelaskan GNU mereka tidak memiliki gambaran dan kesulitan menjawab.
- Kesan yang bisa ditangkap dari mereka adalah secara tidak sadar menghapus keberadaan free software, menggantikannya total dengan open source. Juga menghapus keberadaan GNU, bahkan keberadaan GNU/Linux, menggantikannya total dengan nama Linux. Kesan pertama seakan GNU itu tidak ada, kesan kedua seakan GNU itu komponen di dalam Linux.
Di satu sisi saya tidak menyukai kenyataan ini. Di sisi lain saya senang karena 14 poin di atas termasuk hipotesis yang saya buat sebelum PM terjadi dan seluruhnya terbukti benar pada orang-orang tersebut. Kendati judul tulisan ini orang awam, tetapi ada sejumlah kecil orang yang saya PM bukan awam yakni tergolong salah satu developer distribusi GNU/Linux atau tergolong programer yang memakai GNU/Linux atau blogger GNU/Linux. Hal ini tentu celah yang fatal mengingat 14 poin di atas adalah hal yang fundamental di komunitas free software. Namun alhamdulillah, setelah PM berlangsung, banyak orang menjadi aware dengan Free Software Awareness. Sebagian sudah bisa mendefinisikan hal-hal di atas, sebagian lagi sudah bisa memberikan penamaan GNU/Linux bahkan ada website baru di Indonesia memakai nama itu, sebagian mulai menyebarkan penamaan ini di jaringan mereka masing-masing, dan beberapa dampak positif lainnya.
Semata-mata 14 poin ini membuktikan kepada saya bahwa Free Software Movement (FSM) di Indonesia perlu dimulai dari awal lagi. FSM harus dikembalikan kepada pokok pangkalnya yakni education. With my own will, my own way. Saya melakukan ini sendiri semampu saya kepada orang-orang yang saya bisa bicara kepadanya. Dengan pembuktian di atas saya semakin percaya FSA bisa diraih masyarakat jika sosialisasinya didasarkan pada ilmu, pada fakta dan data yang benar, pada sejarah yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena FSM itu tentang education, sedangkan education harus dijelaskan dengan definisi yang tepat dan sesuai dengan sejarah yang benar. Selama ini banyak FSM mungkin disampaikan hanya dengan dugaan-dugaan belaka tanpa membawa sejarah dan data yang akurat, atau hanya dititikberatkan pada masalah teknikal belaka, sehingga masyarakat pendengar tidak memperoleh intisarinya kemudian mereka menolaknya. FSA datang dari FSM, dan FSM apa pun bentuknya selalu berasal dari education. Dan saya yakin dengan itulah kemungkinan sosialisasi ditolak lebih kecil. Karena Free Software Movement (FSM) itu adalah tentang education.