Pentingnya Software untuk GNU/Linux Desktop

Bismillahirrahmanirrahim.

Jika seseorang sudah mengakui pentingnya Free Software (orang Indonesia suka menyebutnya Open Source), maka semestinya seseorang mengakui pentingnya aplikasi desktop untuk GNU/Linux.

Hendaknya Dilakukan

Jumlah Free Software untuk desktop selalu perlu diperbanyak. Maka tiap-tiap dari anggota komunitas Free Software (yang sudah mengerti masalah ini) hendaknya mulai merilis perangkat lunak desktop dengan lisensi Free Software. Jika tidak mampu melakukannya, hendaknya mempelajari pemrograman desktop dengan merilis source code-source code yang berlisensi Free Software. Misalnya menulis panduan pemrograman tetapi setiap source code berlisensikan Free Software.

Kasus Terburuk

Jika setiap orang hanya mengandalkan developer-developer Free Software dari luar negeri, pengandal-pengandal itu akan menjadi penonton tanpa kontribusi. Kemudian, invensi-invensi software dari pihak proprietary semakin bertambah banyak dan banyak darinya dipatenkan, sehingga kelak komunitas Free Software dilarang membuat suatu solusi yang sebanding, hanya karena telah didahului dipatenkan oleh pihak proprietary. Ujungnya orang bakal mengeluh kenapa Free Software A dan B tidak punya fitur seperti software proprietary C dan D, padahal mereka tidak tahu kalau fitur-fitur di C dan D telah dipatenkan sehingga komunitas Free Software dilarang membuat fitur yang sama (bukan tidak mampu). Paten software merugikan komunitas Free Software[1][2][3]. Kasus-kasus semacam ini sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun lamanya di seluruh dunia.

Jadikan Cita

Hendaknya pengguna-pengguna GNU/Linux desktop berkenan membuat Free Software untuk platform-nya sendiri. Memperbanyak invensi software dan dilisensikan dalam lisensi Free Software. Jangan sampai paten software mendahului hanya karena mereka lebih cepat melakukan suatu invensi. Minimal, setiap orang bercita-cita untuk menulis sebuah Free Software untuk desktop GNU/Linux. Cita-citakanlah.


[1] http://www.gnu.org/software/texinfo

[2] http://www.gnu.org/philosophy/software-patents.en.html

[3] https://www.debian.org/reports/patent-faq.en.html

Anggapan Dasar Saya di Free Software

Bismillahirrahmanirrahim.

Saya melihat Free Software (orang Indonesia suka menyebutnya Open Source) sebagai satu dunia tersendiri. Saya bekerja di dunia Free Software berdasarkan suatu anggapan dasar yang paten. Anggapan dasar ini saya bangun dari pengalaman pribadi. Anggapan dasar ini yang membentuk semua kecenderungan dan perilaku saya di Free Software. Anggapan dasar ini berlaku mulai era pertengahan saya kenal GNU/Linux dan tidak berubah hingga hari ini. Anggapan dasar ini mayoritasnya hanya saya berlakukan di Indonesia.

1. Jumlah

Satu orang lebih baik daripada banyak orang.

2. Keseriusan

Orang cenderung tidak serius dengan Free Software.

3. Mesin

Orang cenderung serius di platform server bukan di platform desktop.

4. Ketekunan

Orang cenderung malas mengurusi Free Software.

5. Konsistensi

Orang cenderung tidak konsisten dengan Free Software.

6. Gotong Royong

Orang cenderung tidak mau gotong royong di Free Software.

7. Persatuan

Orang cenderung tidak bersatu di Free Software.

8. Kemudahan

Free Software itu sulit.

9. Kesederhanaan

Free Software itu kompleks.

10. Umur

Lebih tua lebih baik.

Mencari Orang yang Serius dengan Free Software

Bismillahirrahmanirrahim.

Dapatkah kita menemukan orang yang serius dengan Free Software di Indonesia? Sulit sekali. Padahal Free Software (orang Indonesia suka menyebutnya Open Source) itu kita butuhkan. Kita bisa memandang kepada AOSI dan AirPutih, dua yayasan besar yang menyokong Free Software di Indonesia. Kita bisa memandang orang-orang yang sejalan dengan dua yayasan ini. Mereka orang yang serius dengan Free Software. Namun mereka sulit ditemukan. Bagaimana dengan orang-orang di luar? Kita akan mencarinya dari ciri-ciri berikut. Baca lebih lanjut

Sistem Manajemen Paket 1: Menengok Kegunaan apt-cache

Bismillahirrahmanirrahim.

Apa sebenarnya kegunaan apt-cache? Dari satu kawanan apt berjumlah 11 perintah yang terdiri dari apt-add-repository, apt-config, apt-get, apt-mark, apt-cache, apt-extracttemplates, apt-internal-solver, apt-cdrom, apt-ftparchive, apt-key, dan apt-sortpkgs, apa istimewanya apt-cache? Saya putuskan menulis terkait sistem manajemen paket Ubuntu dan berseri kali ini. Saya berusaha menjelaskan setiap argumen apt-cache dengan dua contoh, satu paket telah terinstal dan satu paket belum. Semoga bisa dilanjutkan. Baca lebih lanjut

Idealis Desktop

Bismillahirrahmanirrahim.

Saya tidak meragukan pengguna GNU/Linux yang memiliki komitmen kuat dengan server. Namun saya jarang menemukan pengguna GNU/Linux yang komitmen benar dengan desktop. Komitmen di sini adalah memiliki ideal dan konsisten dengan desktop. Bukti komitmen itu di antaranya menggunakan aplikasi desktop GNU/Linux dengan maksimal (mis. LibreOffice), mengembangkan aplikasi desktop untuk GNU/Linux, memrogram aplikasi desktop, menyosialisasikan desktop, mempresentasikan desktop, peduli desktop, berjiwa desktop, dan menjaga pengguna GNU/Linux desktop.

Ahli OpenStack, ahli Zimbra, ahli OpenVZ, ahli MySQL, sysadmin server, ahli security assessment, Android, PHP & Laravel, orang-orangnya sungguh banyak, dan semua itu saya akui. Namun di manakah ahli LibreOffice? Ahli GIMP yang benar-benar terbukti, ahli Qt programming yang memproduksi aplikasi desktop GNU/Linux, ahli GTK yang memproduksi aplikasi GTK untuk GNU/Linux, ahli KDE yang menerangkan KDE, ahli GNOME yang menerangkan GNOME, ahli XFCE yang menerangkan XFCE? Di mana Scribus? Di mana window manager? Jawabannya adalah tidak kasatmata. Kenapa? Mungkin jawaban paling ringkasnya karena tidak adanya orang-orang idealis desktop.

Jawaban dari pertanyaan “kenapa GNU/Linux tidak laku di desktop” mungkin bukan karena platform GNU/Linux secara internal kurang fitur. Mungkin bukan itu. Namun saya usul jawaban yang lebih tepat karena tidak adanya orang-orang idealis desktop. Orang-orang yang benar-benar dedicated untuk desktop. Orang yang paling tahu persoalan pengguna desktop, paling sering hidup bersama desktop, paling mengerti kebutuhan pengguna desktop, paling mengerti budaya-budaya desktop, orang yang berjiwa desktop (bukan server, bukan mobile), adalah orang yang paling mengerti jalan di pedesaannya sendiri, yaitu idealis desktop. Orang yang tidak hidup di suatu desa tidak lebih mengerti dari orang yang memang lahir dan hidup di desa itu.

Kalau Anda mau lihat orang idealis desktop di GNU/Linux, coba lihat pada lingkup yang Anda mungkin tidak kenal. Yaitu para pengguna Blender yang menggunakan GNU/Linux (tidak termasuk yang pakai Windows/Mac OS X). Blender adalah FOSS desktop paling sukses. Dilihat dari dukungan masyarakat proprietary terhadapnya, dilihat dari produk yang dihasilkan dengannya, dilihat dari tutorial-tutorial yang dibuat untuknya, dan dilihat dari seberapa idealis orang-orang yang menggunakannya. Satu contoh lagi, lihat juga komunitas desktop modding. Cari orang yang konsisten dengan teknik desktop modding-nya. Itu idealis desktop. Jangan lihat idealis desktop pada orang yang presentasi GNU/Linux, mengajak memakai Free Software, tapi pakai Microsoft Office di Windows. Jika serius mau GNU/Linux digunakan merata di Indonesia, orang idealis desktop itu harus benar-benar ada. Di setiap sisinya, apakah desain 3D seperti Blender, tampilan desktop, atau ketik-mengetik seperti LibreOffice. Bukan hanya khayalan, bukan hanya sebuah sandiwara.

Kembali pada produksi. Kembali pada mastery. Dedikasi untuk desktop GNU/Linux dibutuhkan, karena pengguna desktop membutuhkannya. Mari belajar aplikasi-aplikasi desktop GNU/Linux. Mari memrogram aplikasi desktop, atau setidaknya ajarkan caranya. Desktop dilawan dengan desktop. Server dilawan server. Mobile dilawan mobile. Jangan banggakan yang tidak ada. Jangan berhenti berdedikasi.

Free Software Itu Tentang Mengatasi Keterbatasan

Bismillahirrahmanirrahim.

Free Software (orang Indonesia lebih senang menyebutnya open source) itu tentang mengatasi keterbatasan. Mengetahui dan melampauinya. Free Software bukan tentang mencari-cari sumber daya yang muluk tapi akhirnya berhenti dan tidak berbuat. Free Software itu tentang menyelasaikan masalah dengan sumber daya yang ada semaksimal mungkin. Hal yang saya lakukan sampai hari ini, berfokus pada lingkup keterbatasan saya (Bahasa Indonesia) untuk menyediakan tutorial Free Software berbahasa Indonesia untuk orang Indonesia. Serta menciptakan “ekosistem” dari yang berbahasa Indonesia untuk orang Indonesia. Jika Anda masih mengira Free Software berkutat dengan hal yang sifatnya sihir dan absurd, tinggalkan pikiran itu. Kerjakan yang bisa dikerjakan, mulai dari hal kecil, lakukan secara konsisten. Jadilah yang terbaik di bidang Anda di Indonesia.

Perbandingan yang Tidak Adil

Bismillahirrahmanirrahim.

Saya menyorot perbandingan yang dilakukan sebagian orang. Perbandingan yang mereka lakukan antara LibreOffice dan Microsoft Office. Yang di dalam perbandingannya LibreOffice diperlihatkan sebagai software murahan, rendahan, jelek, tidak berguna, dan hal hina lainnya. Yang di luar perbandingan itu si pembanding menggunakan dan/atau menganjurkan penggunaan Microsoft Office bajakan serta software bajakan lainnya. Yang secara kebiasaan umum sudah dikenal kalau orang macam itu adalah mayoritas. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Eksternal

  1. LibreOffice itu murahan. Komentar: tidak adil, si pembanding sendiri menggunakan Microsoft Office (mahal) yang bajakan (murah). Bajakan itu murahan.
  2. LibreOffice itu rendahan. Komentar: tidak adil, si pembanding sendiri menggunakan Microsoft Office (terhormat) yang bajakan (rendahan).
  3. LibreOffice itu jelek (fiturnya kalah, tampilannya kalah).  Komentar: tidak adil, si pembanding sendiri menggunakan Microsoft Office 2007/2010/2013 (fitur bagus, tampilan bagus) bajakan (jelek).
  4. LibreOffice itu tidak berguna (dituduh sulit digunakan). Komentar: tidak adil, si pembanding menghabiskan waktu dan/atau biaya (kursus) yang besar baru kemudian menyatakan Microsoft Office mudah & berguna sedangkan si pembanding tidak menghabiskan waktu dan/atau biaya (kursus) untuk LibreOffice tetapi menuduh LibreOffice sulit dan tidak berguna.

Internal

  1. LibreOffice itu tidak kompatibel. Komentar: tidak adil, si pembanding tidak mau menghargai kerja keras pembuatan filter dokumen oleh Tim Pengembang LibreOffice sedangkan ketika memakai DOCX di Microsoft Office 2007/2010/2013 dia tidak membayar lisensi Microsoft Office.
  2. LibreOffice itu tidak kompatibel. Komentar: tidak adil, si pembanding tidak mau membandingkan harga lisensi software antara LibreOffice dan Microsoft Office.
  3. LibreOffice itu tidak kompatibel. Komentar: tidak adil, si pembanding tidak mau berusaha menggunakan Open Document Format dan/atau tidak menyosialisasikannya sementara dia sendiri terus menerus mengampanyekan OOXML (DOC/XLS/PPT) sadar atau tidak sadar.
  4. LibreOffice itu tidak kompatibel. Komentar: tidak adil, si pembanding tidak punya kesadaran untuk meninggalkan software bajakan kemudian memiliki usaha untuk menggunakan software dan format dokumen alternatif. Kalau dia niat betul meninggalkan bajakan, tidak ada alasan untuk tidak bisa. Dia hidup sudah di zaman teknologi informasi.
  5. LibreOffice itu jelek (dari segi tampilan). Komentar: tidak adil, si pembanding tidak mengetahui pertimbangan developer mengenai UI/UX semisal yang terjadi di salah satu blog developer. UI LibreOffice dipertahankan seperti sekarang karena developer memberikan yang terbaik sesuai kemampuan mereka untuk pengguna. Kalau diubah, pengguna yang sudah ada akan kebingungan (sedangkan pengguna yang baru tidak pasti datangnya) serta seluruh tutorial yang ada akan hangus karena perubahan.
  6. LibreOffice miskin (dari segi tutorial). Komentar: tidak adil. Si pembanding tidak pernah melihat dokumentasi resmi http://www.libreoffice.org/get-help/documentation dan/atau tidak pernah melihat wiki https://wiki.documentfoundation.org/Main_Page dan/atau tidak pernah menekan tombol F1.

Saran dari saya, jika seseorang di Indonesia hendak mengkritik LibreOffice, hendaknya berikan keadilan. Berikan kedudukan yang layak untuk software legal di atas software bajakan. Format dokumen ODF hendaknya disosialisasikan secara sukarela lebih dari OOXML. Karena ODF itu wasilah supaya orang beralih dari yang ilegal ke yang legal. Terserah seseorang sudah mampu konsisten atau masih menggunakan bajakan. Hendaknya bandingkan dengan adil.