GNU/Linux Memang Perlu Diajarkan Bukan Dibiarkan

Bismillahirrahmanirrahim.

Ada satu pertanyaan yang mengganggu saya beberapa waktu sejak era BengkelUbuntu.org sampai akhirnya saya mengajar di Teknoplasma: bagaimana masyarakat bisa mengoperasikan GNU/Linux? Praktik yang umum saya temukan dilakukan orang-orang (komunitas pengguna GNU/Linux) di Indonesia ialah membiarkan masyarakat belajar sendiri. Singkat kata, sekarang saya percaya kalau praktik itu tidak mungkin, saya sekarang percaya GNU/Linux itu perlu diajarkan dan bukan dibiarkan. Masyarakat perlu diajari GNU/Linux mulai dasar dengan rencana dan pengerjaan yang baik, bukan dipameri semata lalu dibiarkan kesulitan.

Sembari baca, Anda bisa mengunduh GNU/Linux di sini dan LibreOffice di sini.

Komputer Itu Sulit

Bidang komputer adalah bidang yang sulit. Bagi masyarakat kebanyakan, pemerintahan, dan sektor pendidikan, tentu sulit. Komputer juga mahal, masih banyak masyarakat kita yang tidak punya. Oleh karena itu mempelajari komputer sudah merupakan hal yang sulit. Bertentangan dengan keyakinan umum, saya malah percaya sebaliknya, saya percaya kalau orang baru mengatakan Microsoft Windows mudah setelah mempelajarinya bertahun-tahun. Konsep dasar seperti filesystem (bagaimana OS mengelola informasi) dan manajemen paket (bagaimana pengguna memasang program) biasanya tidak dimengerti oleh orang. Kenapa? Singkat, karena komputer itu memang sulit.

Software Freedom Itu Penting

Hak kontrol pengguna terhadap software (disebut “software freedom“) itu penting. Tiap-tiap pengguna komputer berhak atas hak kontrol itu untuk tiap-tiap program yang beroperasi di komputernya. Tanpa hak itu, pengguna tersebut dilanggar haknya, dan ini tidak adil. Masalahnya, mayoritas software di dunia ini tidak bebas (tidak memberi penggunanya software freedom), terutama yang terpopulernya yaitu Windows, MS Office, IDM, MATLAB, dan seterusnya. Oleh karena itu memasyarakatkan GNU/Linux sebagai solusi atas Windows, Free sebagai solusi atas Nonfree Software, adalah perlu, dan sudah sepatutnya. Orang yang melakukannya berarti berbuat baik dan menolong bahkan menyelamatkan masyarakat. Tujuan kita memasyarakatkan GNU/Linux adalah menunaikan software freedom untuk semua masyarakat. Bukan “memberantas pembajakan” (sudah saya jelaskan ini propaganda yang salah). Pemasyarakatan GNU/Linux ini perlu didukung, bukan dihentikan.

GNU/Linux Memang Perlu Diajarkan

Salah apabila ada orang menyangka masyarakat awam bisa mengoperasikan Windows tanpa diajari. Salah juga apabila mereka kira GNU/Linux tidak perlu diajarkan. Anda tidak bisa mengajak orang memakai GNU/Linux tanpa mengajari mereka. Tidak akan bisa. Dengan pengalaman mengajar di Teknoplasma, saya bisa bilang, orang itu perlu sekali dikurangi materi pelajarannya sampai tersisa hanya materi terpenting yang berlaku bagi mereka. Bukan malah dibebani sebanyak mungkin materi yang mereka tidak butuhkan. Untuk ini, jelas, yang mengajarkan itu sendiri perlu pengalaman yang bagus dan banyak, dia perlu bijaksana memahami kebutuhan orang awam dan memberinya hanya yang terpenting hingga dia mandiri. Maka jelas tak ada keraguan lagi GNU/Linux memang perlu diajarkan.

Catatan: masyarakat yang belum sanggup beralih ke GNU/Linux dapat diberi LibreOffice versi Windows untuk berlatih dan merasakan Free Software di sana sebelum mereka sanggup beralih.

Apa Saja yang Penting?

Bagi masyarakat kebanyakan, yang penting pertama mereka memiliki sistem GNU/Linux yang bekerja dengan baik di komputer mereka. Jadi, pertama, OS yang free. Kedua, penting bagi mereka LibreOffice dan komunitasnya; sehingga pertukaran dokumen itu kompatibel di dalam masyarakat. Lebih terperincinya, GNU/Linux itu perlu diinstalkan untuk pengguna; bukan pengguna yang instal sendiri (pengguna Windows pun tidak menginstal sendiri OS-nya). Setelah punya OS yang free, di situlah, pengguna perlu diajari dan didukung memakai LibreOffice.

Sebetulnya dua hal itu saja yang terpenting untuk GNU/Linux desktop. Adapun yang selain itu, seperti multimedia, seperti download manager, seperti programming tools, itu nanti setelah mereka sudah mandiri atau bisa dikerjakan sambil lalu.

Otodidak? Membiarkan?

Maukah Anda mengizinkan orang awam belajar pemartisian tanpa diajari di hard disk Anda? Kalau jawaban Anda tidak, maka benarlah GNU/Linux itu memang perlu diajarkan, bukan dibiarkan.

Otodidak itu hanya bisa dicapai oleh orang-orang istimewa. Mayoritas orang itu tidak otodidak. Dan tidak akan bisa. Mengasumsikan tiap-tiap orang bisa otodidak itu sama dengan membiarkan tanpa mengajari. Dan itulah yang saya lihat terjadi di komunitas kita: sering kali kita menyuruh orang belajar sendiri, karena kita anggap mereka bisa memilah-milah sendiri mana materi yang penting dan yang tidak. Output dari ini sering kalinya hancur, karena asumsi dasarnya sudah rapuh, yaitu membiarkan GNU/Linux dipelajari sendiri tanpa bimbingan. Silakan bayangkan pemartisian dilakukan oleh orang awam. Dan mereka yang ceroboh menyuruh pemula “googling setiap permasalahan” bisa ditanya dengan pertanyaan di atas. Jadi sekali lagi jelas juga kalau GNU/Linux itu tidak untuk dibiarkan, tetapi diajarkan.

Siapa yang Mau Mengajar?

Hanya orang yang menghargai pentingnya GNU/Linux dan Free Software bagi masyarakat. Kalau orang tidak menganggapnya penting, apalagi justru menganggap antara Windows dan GNU/Linux itu sama saja, itu cuma masalah pilihan, bisa dipilih yang mana saja, tidak akan mengajar. Mereka tidak akan mau mengajari orang mengoperasikan GNU/Linux dan Free Software. Tidak akan pernah, walaupun mereka mampu, walaupun mereka tahu kalau itu hak masyarakat. Lebih parah lagi yang meyakini GNU/Linux itu inferior (lebih rendah, lebih jelek) dibanding Windows; orang macam itu tidak akan mengajar. Bahkan walaupun dibayar. Dengan demikian, adalah sedikit sekali orang yang mampu dan mau mengajar GNU/Linux itu terutama di bidang desktop (bukan server). Maka jelas perlu GNU/Linux diajarkan dan perlu pengajaran itu dihargai dan didukung.

Apa yang Diajarkan?

Bisakah Anda mengajar satu materi dengan satu buku tetapi siswa-siswi Anda memegang buku lain, tiap murid beda buku? Kalau jawaban Anda tidak, maka benar perlunya standardisasi dan kebijaksanaan.

Terakhir, tentu, apa yang diajarkan? Jawabannya, demi memudahkan Anda: tidak berbeda dari Windows. Anda bisa melihat saya mempraktikkan prinsip saya ini dalam 5 ebook yang saya tulis untuk Teknoplasma. Berdasarkan pengalaman saya, inilah 5 materi dasar yang perlu diajarkan kepada tiap-tiap pengguna GNU/Linux.

Kebijaksanaan itu perlu. Tanpa itu, Anda akan ceroboh dalam memberikan materi, sebab GNU/Linux sangat jauh lebih luas dibanding Windows. Ada distro-distro, beraneka ragam, Windows tidak punya. Ada desktop environment, beraneka ragam, Windows tidak punya. Ada berbagai solusi untuk setiap satu masalah, Windows dipenuhi monopoli. Maka teguh memilihkan salah satu solusi dan tidak berganti-ganti adalah bijaksana. Tanpa itu, pembelajaran akan sulit sekali bagi pembelajarnya.

Guru GNU yang baik akan memilihkan salah satu distro bagi muridnya dan mengajarinya sampai bisa. Guru yang bijaksana tentu tidak membiarkan muridnya kebingungan memilih di antara ratusan distro, belasan desktop environment, belasan package manager, ribuan paket software, ribuan solusi berbeda. Sekali lagi, tujuan kita ialah menunaikan software freedom untuk semua masyarakat.

Jangan Biarkan

Sebagai penutup, saya ajak Anda mempelajari GNU/Linux dan LibreOffice. Buat Anda yang sudah mahir, saya ajak Anda mengajarkan software freedom, pengoperasian GNU/Linux, dan pengoperasian LibreOffice. Bila Anda mampu, ajakan juga free software yang lain untuk masyarakat. Kita tolong, kita selamatkan masyarakat dengan perangkat lunak bebas dan kita akhiri perangkat lunak tidak bebas. Jangan biarkan GNU/Linux tidak diajarkan ke masyarakat.


Tulisan ini berlisensi CC BY-SA 3.0.

Mengenal Snappy, Flatpak, dan AppImage untuk Orang Awam

Bismillahirrahmanirrahim.

Pengguna GNU/Linux yang rajin belajar pada akhirnya akan sering menemukan tiga nama ini akhir-akhir ini: Snappy, Flatpak, dan AppImage. Sebagai contoh, pengguna Ubuntu akan menemukannya dibahas di Berita; pengguna Fedora menemukannya dibahas di Magazine, dan pengguna openSUSE akan menemukannya di publikasi konferensi 2017. Bagi orang awam, ketiga nama ini asing, maka perlu diperkenalkan dengan cara yang mudah. Petunjuk dari saya, ketiga nama ini adalah nama teknologi untuk memudahkan manusia memasang program di sistem operasi GNU/Linux secara universal.

Snappy

Snap, Snaps, Snappy, Snapcraft.io, atau ringkasnya mari disebut Snappy saja ialah metode instalasi program terbaru yang dibuat oleh Canonical (perusahaan pengembang Ubuntu). Dengan Snappy, semua distro GNU/Linux yang berbeda-beda bisa memasang program apa saja dari satu sumber yang sama dengan perintah atau antarmuka yang sama juga (mari kita sebut “universal”). Syaratnya, pada distro yang Anda pakai, harus ada program snapd terpasang dan Anda bisa menyambung ke https://snapcraft.io selaku repositorinya.

Distro yang sudah otomatis mendukung Snappy ialah Ubuntu. Distro lain butuh pemasangan dahulu.

Cara pengguna memperoleh software: pastikan snapd ada di sistem operasi, gunakan perintah snap, unduh programnya dari snapcraft.io dan pasang ke sistem.

Flatpak

Flatpak, Flatpaks, xdg-apps, atau ringkasnya mari disebut Flatpak saja ialah metode instalasi program terbaru yang dibuat oleh GNOME Project bersama Fedora Project. Dengan Flatpak, semua distro GNU/Linux yang berbeda-beda bisa memasang program apa saja dari satu sumber yang sama dengan perintah atau antarmuka yang sama juga (lagi-lagi perlu disebut “universal”). Syaratnya, pada distro yang Anda pakai, harus ada program flatpak terpasang disertai “runtime” (kumpulan dependensi dasar yang dibutuhkan) dan Anda bisa menyambung ke https://flathub.org selaku repositorinya.

Distro yang sudah otomatis mendukung Flatpak ialah Fedora, Mint, EndlessOS, CentOS 7 GNOME, deepin. Distro lain butuh pemasangan dulu.

Cara pengguna memperoleh software: pastikan flatpak ada di sistem operasi, gunakan perintah flatpak, unduh programnya beserta “runtime” dari flathub.org dan pasang ke sistem.

AppImage

AppImage, AppImages, dulu disebut PortableLinuxApps, atau kita sebut AppImage saja ialah metode instalasi program yang dibuat oleh individu bernama probono (nama aslinya Simon Peter) dari Jerman. AppImage inilah yang diniatkan untuk disandingkan di samping unduhan Windows (.exe) dan Mac OS X (.dmg) yaitu GNU/Linux (.appimage). Dengan AppImage, tiap-tiap pengguna GNU/Linux distro apa saja (sekali lagi, “universal”) mengambil program secara tradisional yaitu dari website resmi tiap-tiap program itu dalam format .appimage kemudian menjalankannya dengan klik-ganda di sistem operasinya. AppImage itu sendiri portabel maka tidak dibutuhkan root maupun instalasi ke dalam sistem. Tidak ada syarat, tidak ada perintah, tidak ada program yang mesti diinstal sebelumnya.

Distro yang sudah otomatis bisa menjalankan AppImage ialah semua distro.

Cara pengguna memperoleh software: tradisional, pengguna mengunduh program dari website tiap-tiap program lalu memberinya hak eksekusi dan menjalankannya.

Bagaimana Untuk Pengembang Hulu?

Apakah Anda pengembang perangkat lunak bebas yang publik yang semacam LibreOffice atau Geany? Dengan kata lain, apakah Anda pengembang hulu (upstream)? Bila iya, apa pun karya Anda, demikian singkatnya perbedaannya:

  • Snappy: [bisa online (CI), bisa offline] pengembang membangun kode sumber program buatannya dengan program snapcraft kemudian mengunggah hasilnya ke snapcraft.io
  • Flatpak: [bisa online (CI), bisa offline] pengembang membangun kode sumber program buatannya dengan program flatpak-builder kemudian mengunggah hasilnya ke flathub.org
  • AppImage: [bisa online (CI), bisa offline] pengembang membangun kode sumber program buatannya dengan program appimagekit kemudian menyediakan unduhan .appimage di situs resminya masing-masing

Catatan

Yang mana dari ketiganya yang aman bagi Free Software Movement? Yaitu, lebih memungkinkan bersih dari perangkat lunak tidak bebas (“proprietary software”) dan dipergunakan oleh proyek Free Software sungguhan? Asumsikan tidak ada masalah perlisensian antara ketiganya. Jawaban saya AppImage. Alasan saya karena sifat terdistribusi (tidak tersentralisasi) dan ketiadaan syarat di sisi pengguna memberi pengembang kendali penuh agar tidak mencampuradukkan karyanya bersama perangkat lunak tidak bebas. Buktinya proyek LibreOffice, Krita, dan Kdenlive, tiga contoh proyek Free Software besar, telah menyediakan versi resmi mereka dalam AppImage. Kontras dengan itu, Anda bisa lihat betapa Snapcraft.io dan Flathub campur aduk dengan perangkat lunak tidak bebas; pemula akan sangat sulit membedakannya.

Pranala Lanjutan


Tulisan ini berlisensi CC BY-SA 3.0.

Membedakan Free Software dari Nonfree Software

Bismillahirrahmanirrahim.

Akhir-akhir ini di dalam kuliah online yang saya adakan, saya makin sering mengucapkan kaidah umum yang saya ambil dari paragraf pertama teks lisensi GNU GPL v3:

Mayoritas software di dunia ini adalah tidak bebas (nonfree)

Mayoritas orang mengira semua software itu bebas (free)

Makin lama makin saya bisa menilai kalau kaidah ini tepat dan penting sekali. Orang awam bisa lebih gampang mencerna pengajaran perangkat lunak bebas dengan memegang kaidah ini. Tiap-tiap orang itu lebih mudah memahami bahwa perangkat lunak tidak bebas itu dikendalikan oleh pengembangnya, bukan oleh pengguna; jadi bertentangan dengan yang mereka yakini selama ini. Mereka juga lebih mudah menerima bahwa perangkat lunak tidak bebas itu tidak adil dan meniadakan hak-hak pengguna apabila mereka paham kaidah ini.

Perkara-perkara lain yang selanjutnya akan senantiasa kembali ke sini. Maka membedakan free dan nonfree software itu mendasar pentingnya bagi tiap-tiap orang karena perkomputeran Anda hanya dikendalikan oleh Anda apabila software itu free.

Pengetahuan Umum

Berdasarkan kaidah umum di atas, mudah sekali saya terangkan bahwa kebanyakan program komputer yang dikenal masyarakat itu tidak bebas:

  • Microsoft Windows itu tidak bebas, dikendalikan oleh pengembangnya bukan oleh penggunanya
  • MS Office, Photoshop, CorelDRAW, Flash Player, Google Chrome itu tidak bebas juga, bertentangan dengan sangkaan penggunanya yang mengira mereka semua bebas
  • WhatsApp, Skype, AutoCAD, 3D Studio Max, Sony Vegas, CCleaner, itu juga tidak bebas, bukanlah merupakan sarana atau fasilitas, bertentangan dengan sangkaan penggunanya
  • Lihat masalahnya: kebanyakan orang menyangka program-program tersebut ialah perangkat lunak bebas: pengguna mengontrol program dan tidak sebaliknya. Sangkaan ini keliru karena ternyata mereka semua tidak bebas.

Dengan demikian orang awam punya pengetahuan umum yang pertama yaitu kebanyakan program di komputer mereka sendiri adalah tidak bebas. Yang paling jelasnya harus mereka tahu kalau Windows mereka itu tidak bebas, bukan seperti yang mereka yakini selama ini.

Bukan Harga, Tetapi Hak

Free dan nonfree software itu bukan berarti gratis dan tidak-gratis tetapi bebas dan tidak-bebas. Pembahasan ini tidak ada hubungannya dengan harga, melainkan dengan hak pengguna. Software yang gratis belaka tidak dapat menunaikan hak pengguna. Kebanyakannya, software yang gratis belaka justru merampas hak pengguna tanpa sepengetahuannya apabila dia tidak bebas. Sebaliknya, software yang bebas menunaikan hak pengguna, tidak peduli berapa pun harganya. Maka sungguh pembahasan ini adalah tentang hak pengguna (kebebasan atas program) bukan harga.

Membedakan Lisensi

Mayoritas surat perjanjian atau surat izin (“lisensi”) yang dicantumkan dalam tiap-tiap software di dunia ini dirancang untuk meniadakan hak Anda untuk berbagi salinan dan mengubah software. Inilah yang disebut tidak bebas atau nonfree atau proprietary: program dikendalikan oleh pengembangnya, bukan oleh penggunanya. Mestinya kalau program itu dikontrol oleh pengguna, maka pengguna bebas membagikan salinan dan mengubah software (seperti yang Anda jalani selama ini); tetapi nyatanya pengguna tidak punya hak itu. Lisensi yang semacam itu disebut lisensi tidak bebas, karena penggunanya tidak bebas. Lisensi semacam itu berkonsekuensi jelek terhadap diri-diri Anda: Anda diharuskan berjanji untuk tidak menolong orang lain demi memperoleh program untuk diri Anda sendiri. Apa contohnya? Contohnya seperti pengetahuan umum di atas, yaitu Anda perlu melihat lisensi-lisensi programnya:

  • Lisensi Windows 10: lihat Section 2. c. Restrictions: Anda dilarang menggandakan, membagikan salinan, dan mengubah program untuk diri sendiri dan orang lain. Ini nonfree.
  • Lisensi MS Office 2016: lihat Section 2. c. Restrictions: Anda dilarang menggandakan, membagikan salinan, dan mengubah program untuk diri sendiri dan orang lain. Ini nonfree.
  • Lisensi MATLAB: lihat bagian 3. LICENSE RESTRICTIONS: Anda dilarang menggandakan, membagikan salinan, dan mengubah program untuk diri sendiri dan orang lain. Ini nonfree.

Program-program lain sesama perangkat lunak tidak bebas tidak berbeda dengan contoh di atas. Itulah nonfree software yang orang sangka free.

Bagaimana kita tahu suatu lisensi itu tidak bebas? Kita tahu apabila kontrol atas program dikurangi atau ditiadakan bagi penggunanya. Lebih terperincinya, apabila terdapat satu saja pelanggaran terhadap empat hak pengguna pada bagian berikut.

Mengenali Perangkat Lunak Bebas

Bagaimana kontrol atas program dipegang sepenuhnya oleh pengguna? Kita tahu yaitu sama dengan kondisi ketika program itu masih dalam kuasa pengembangnya sendiri, yaitu, program memberi penggunanya 4 kebebasan secara sempurna:

  • bebas menjalankan program untuk tujuan apa pun tanpa batas
  • bebas mempelajari cara kerja program, dan mengubahnya (kode sumber program harus ada bagi pengguna untuk ini)
  • bebas mendistribusikan salinan program
  • bebas mendistribusikan versi perubahan program (kode sumber program harus ada bagi pengguna untuk ini)

[baca definisi resmi yang asli di situs FSF]

Dengan dua kebebasan pertama, pengguna secara individu memegang kontrol atas program. Dengan dua kebebasan kedua, pengguna secara kolektif memegang kontrol atas program. Dengan keempat kebebasan itu secara sempurna, pengguna memegang kendali penuh atas program dan pengembang tidak bisa berbuat tidak adil kepada pengguna dan perkomputerannya.

Tiap-tiap program yang dibuat oleh programer memberi programernya 4 kebebasan itu maka itulah perangkat lunak bebas bagi si programer. Selama suatu program yang Anda terima itu memberi Anda 4 hal itu juga, maka itu bebas bagi Anda penggunanya, kebebasan Anda sama dengan kebebasan pengembangnya sebelum program didistribusikan. Apabila salah satu saja hilang, maka itu tidak bebas, Anda kehilangan kontrol atas program dan Anda dikontrol oleh pengembangnya.

Lalu apa contohnya perangkat lunak bebas? Contohnya seperti yang Anda kenali sebagai perangkat lunak bebas yaitu GNU operating system, Linux, KDE, GNOME, GIMP, LibreOffice, Iceweasel, dan lain-lain. Lalu bagaimana mengenali lisensinya? Lisensi perangkat lunak bebas ialah lisensi bebas, sebab membebaskan penggunanya sebagaimana pengembangnya, dan budaya yang berlaku ialah satu surat izin (“lisensi”) yang sama dipakai oleh berbagai software berbeda. Itu budayanya. Jadi untuk mengenali perangkat lunak bebas, Anda hanya perlu melihat nama surat izinnya seperti berikut:

  • GNU OS secara keseluruhan: berlisensi GNU GPLv3, GPLv2, LGPL, AGPL ini semua lisensi bebas, berarti perangkat lunak bebas
  • Linux: berlisensi GNU GPL v2, ini lisensi bebas, berarti perangkat lunak bebas
  • LibreOffice dan Iceweasel dan Icedove: berlisensi Mozilla MPL, ini lisensi bebas, berarti perangkat lunak bebas
  • SQLite: kode sumbernya ada di Public Domain, berarti perangkat lunak bebas

Anda bisa melihat contoh lebih banyak lagi pada sensus perangkat lunak bebas sedunia di FSF Directory Wiki. Tiap-tiap software yang dicantumkan di sana ialah perangkat lunak bebas. Yang tidak bebas tidak akan dicantumkan di sana (atau pasti dihapus apabila ditemukan).

Di Mana Tempatnya

Di mana Anda menemukan perangkat lunak tidak bebas? Ya di komputer Anda, di sekolah-sekolah Anda, di kampus-kampus Anda, di kantor-kantor, di instansi pemerintahan, di tempat publik, dan di mana saja Anda temukan komputer. Mayoritas software di komputer masyarakat kita sekarang itu tidak bebas:

  • Di komputer Anda: Anda temukan Windows, Chrome, IDM, MS Office, dan semua ini tidak bebas, tetapi Anda kira bebas
  • Di sekolah & kampus: Anda temukan Windows, MS Office, Photoshop, CorelDRAW, MATLAB, Multisim, EAGLE dan AutoCAD, 3D Studio Max dan Ulead Studio, Cisco Packet Tracer dan semua ini tidak bebas, tetapi Anda kira bebas
  • Di kantor Anda: Anda temukan Windows atau macOS, Internet Explorer atau Safari, Outlook, MS Office dan WhatsApp, InDesign atau QuarkXPress, ArcGIS dan AutoCAD, yang semua ini tidak bebas tetapi Anda kira bebas

Yang benar, yang sesuai tujuan pendidikan dan keyakinan Anda, seharusnya begini secara berurutan:

  • Di komputer Anda: sistem operasinya GNU/Linux, perambannya Iceweasel (“Firefox”), manajer unduhnya Persepolis, penyunting dokumennya LibreOffice, yang semua itu bebas
  • Di sekolah & kampus: GNU/Linux, LibreOffice, GIMP, Inkscape, Scilab, gEDA, KiCAD, FreeCAD, Blender, Kdenlive, GNS3 yang semua itu bebas
  • Di kantor Anda: GNU/Linux, Iceweasel, Icedove (“Thunderbird”), LibreOffice, Telegram, Scribus, QuantumGIS, FreeCAD yang semua itu bebas

[bebas berarti boleh digandakan, diubah, didistribusikan, dan tanpa batas pemakaian]

Anda perlu tahu kalau vendor-vendor perangkat lunak tidak bebas memanfaatkan sektor pendidikan untuk menanam ketergantungan permanen bagi siswa-siswi kita yang akhirnya bagi seluruh masyarakat. Ini rencana yang jahat. Inilah sebabnya kenapa GNU/Linux seperti tercegat masuk ke masyarakat, karena sektor pendidikan ikut andil dalam mendukung rencana jahat ini yang seharusnya mereka tolak dengan tegas. Sekali lagi kaidah pertama di atas muncul: kebanyakan orang pada sektor pendidikan dan lainnya tidak bisa membedakan mana free mana nonfree software.

Mengajarkan perangkat lunak tidak bebas sama dengan melawan tujuan pendidikan itu sendiri: mengubur kemandirian (sebab tidak boleh mengubah program) dan mematikan solidaritas sosial (sebab tidak boleh berbagi). Praktik pengajarannya pun bisa kita lihat sering kalinya terjebak dalam pelanggaran lisensi, yang dipaksakan oleh nonfree software itu sendiri, yang pada gilirannya sama dengan mengajarkan pelanggaran janji kepada siswa. Lihat pentingnya membedakan mana free mana nonfree sedari awal. Tanpa itu, keputusan-keputusan yang kita ambil merugikan diri-diri kita sendiri.

Jual-Beli Program

Cara lain membedakan free dari nonfree software ialah apakah software itu boleh diperjualbelikan atau tidak. Bila boleh, maka itu free software. Bila tidak boleh, itulah nonfree software: pengguna tidak punya kontrol atas program, termasuk tidak punya hak jual-beli. Perangkat lunak bebas disebut bebas karena penggunanya bebas: kebebasan ketiga dan keempat itu termasuk kebebasan jual-beli program.

Perbandingannya, dengan contoh, jual-beli salinan Microsoft Windows itu dilarang dan pengguna diharuskan setuju untuk tidak berbagi. Menyetujui lisensi Windows (memasangnya) sama dengan berjanji untuk tidak berbagi dengan orang lain. Berarti, hampir semua kegiatan instal ulang Windows di masyarakat jatuh pada pelanggaran lisensi. Kegiatan berbagi software dan memperjualbelikannya itu baik, merupakan tolong-menolong dengan orang lain, tetapi Anda dilarang menolong orang lain apabila software itu tidak bebas. Lagi-lagi ini karena masyarakat mengira Windows (yang nonfree) itu free, padahal sebenarnya nonfree. Lihat betapa pentingnya membedakan mana free dan mana nonfree. Maka ini sama dengan nonfree lain seperti MS Office, IDM, MATLAB, Photoshop, dan lain-lain: memperjualbelikan salinannya & versi perubahannya adalah tidak boleh dan hak Anda untuk menolong orang lain sudah ditiadakan. Ini artinya program tersebut tidak menghormati kebebasan Anda (hak kontrol Anda).

Sebaliknya, jual-beli tiap-tiap free software adalah boleh dan diizinkan. Tiap-tiap lisensi free software, seperti GNU GPL di atas, mengizinkan distribusi salinan & versi perubahan, itu artinya mengizinkan jual-beli. Maka semua free software tanpa pengecualian adalah boleh diperjualbelikan. Oleh karena itulah, seharusnya praktik jual-beli salinan Windows & nonfree software di masyarakat itu diganti semuanya dengan jual-beli GNU/Linux dan free software.

Kode Sumber

Bagi programer, cara mudah mengenali suatu nonfree software ialah tiap-tiap program yang tidak memberi hak akses atas kode sumber untuk penggunanya. Maka otomatis Windows, MS Office, MATLAB, Photoshop adalah tidak bebas: karena walaupun Anda membelinya, Anda tidak menerima hak akses atas kode sumbernya. Intinya Anda tidak bisa mendapatkan kode sumber program. Akibatnya, cara kerja program tidak bisa Anda ketahui dan tidak bisa Anda ubah; baik maupun buruknya, Anda sukai maupun tidak, sedikit maupun banyaknya.

Hak akses atas kode sumber berarti minimal pengguna diberi hak mengakses kode sumber program di tempat lain (di internet misalnya); berbayar maupun gratis, jauh maupun dekat. Bukan berarti pengembang harus mendatangi satu per satu rumah pengguna menyerahkan salinan kode sumber.

Adapun memegang kode sumber semata juga tidak dapat menunaikan hak pengguna: kode sumber itu harus berlisensi bebas (seperti GNU GPL) atau terletak di Public Domain supaya menjadi bebas. Semata-mata kode sumber tanpa lisensi bebas justru menjadikannya nonfree software (maka hati-hatilah dengan istilah “open source”). Ciri kode sumber yang bebas ialah seperti kode sumber GNU, ambil contoh GNU coreutils, di tiap-tiap berkas kode sumber pada baris pertamanya selalu ada pernyataan lisensi bebas + di dalam paket selalu ada berkas berisi teks lisensinya. Pastikan kedua kriteria itu ada untuk menilai suatu paket software itu free.

Lebih Mudah Mengenali

Pemula akan jauh lebih mudah lagi mengenali perangkat lunak bebas dengan memakai sistem operasi 100% bebas (disebut “Libre Distro”). Contoh terbaik yang saya tahu dan saya pakai sendiri ialah Trisquel GNU/Linux. Dengan melihat Trisquel maka orang awam mudah mengidentifikasi free software tanpa perlu meneliti lisensinya satu per satu. Unduh secara gratis di https://www.trisquel.info dan gunakan di PC dan laptop Anda. Tiap-tiap program yang Anda saksikan di dalam Trisquel itu adalah perangkat lunak bebas, tidak ada satu pun yang tidak bebas di dalamnya, dan pasti dihapus oleh pengembang apabila ditemukan. Oleh karena itu bisa dipercaya. Tidak ada distro GNU/Linux lain yang untuk pemula yang 100% bebas yang sebaik Trisquel pada hari ini.

Malware dan Perusakan

Malicious software (“malware”) adalah perangkat lunak mencelakakan. Malware mencakup virus, ransomware, trojan horse, spyware, adware, backdoor, dan DRM. Malware adalah program komputer yang dibuat dengan niat mencelakakan, merugikan, menzalimi pengguna. Satu kaidah lain yang perlu orang ketahui adalah:

perangkat lunak tidak bebas itu sering kalinya malware

mayoritas malware itu adalah perangkat lunak tidak bebas

Apa contohnya? Telah lama terbukti bahwa Microsoft Windows, Apple Mac OS X dan iOS, Adobe Creative Suite (termasuk Photoshop), dan Amazon Swindle adalah malware. Lebih terperincinya, pengembang dengan sengaja menanam backdoor dan spyware (dan di beberapa kasus, trojan horse yang mampu menghapus data) di dalam software yang mereka publikasikan ke pengguna. Windows 8 misalnya, telah menyadap enkripsi hard disk dan tiap-tiap aktivitas pribadi pengguna sejak awal. Bagaimana pula bila Anda tahu Windows telah ditanami backdoor sejak 1999?

Kenapa bisa seperti itu? Kenapa mereka bisa serusak itu? Jawabannya kembali ke kaidah pertama: karena pengguna tidak punya kontrol sama sekali atas program pada komputernya sendiri, maka pengembang berkuasa tanpa batas atas perkomputeran pengguna. Kekuasaan ini tidak adil dan ketidakadilan inilah yang menggoda mereka untuk berbuat ketidakadilan-ketidakadilan lain tersebut: malware. Apabila Anda menerima nonfree software, Anda berserah diri kepada pengembang dan tidak punya daya.

Bagaimana dengan free software? Perangkat lunak bebas berarti program 100% diketahui dan dikendalikan oleh pengguna. Tiap-tiap kesalahan program bisa diketahui, tiap-tiap aktivitas program yang tidak disukai bisa dihentikan, tiap-tiap kekurangan bisa diperbaiki oleh pengguna hanya kalau software itu free. Dengan demikian adalah wajar apabila tidak ada malware di sistem operasi GNU/Linux, di sistem operasi bebas lain, dan di tiap-tiap free software secara umum. Apabila ada, maka cepat atau lambat, tiap-tiap pengguna baik individu maupun kolektif mampu menghapusnya & menyebar perbaikan kepada pengguna lain. Inilah bukti penting hak pengguna yang hanya ditunaikan oleh free software yang sengaja dihilangkan oleh nonfree software.

Apabila Windows tidak aman, itu bukan salah pengguna, apalagi salah komunitas free software, melainkan itu salah pengembangnya yang tidak menunaikan hak penggunanya. Sama juga dengan nonfree software lainnya.

Istilah yang Perlu Diakhiri

Istilah jahat seperti “pembajakan software” atau “software asli” bertujuan sama dengan perangkat lunak tidak bebas: memecah belah masyarakat (dengan melarang berbagi program) dan membuatnya tidak berdaya (dengan melarang mengubah program). Kejahatannya ialah karena ia lebih jahat: ia mengkriminalkan orang yang membantu orang lain dengan menyamakannya dengan perampok kapal & pembunuh yang merampas harta. Istilah seperti ini menipu akal sehat Anda sehingga berpikir tidak jernih: mestinya istilahnya “menggandakan software” kalau perbuatannya memang menggandakan software, bukan “pembajakan”. Maka istilah-istilah propaganda Microsoft dkk. seperti “pembajakan”, “bajakan”, “dibajak”, “ori dan tidak ori”, “counterfeit”, “asli dan palsu” harus diakhiri. Hendaknya Anda tidak ikut berpartisipasi menyebarkan fitnah propaganda ini.

Apa hubungannya dengan pembahasan ini? Hubungannya jelas: free software tidak pernah menuduh penggunanya “pembajak”, yang menuduh seperti itu hanyalah nonfree software dan para pengembangnya. Apabila ada software mempromosikan dirinya “larang & berantas penggandaan software”, maka Anda harus curiga kalau itu nonfree. Free software menunaikan hak & menganjurkan tiap-tiap pengguna untuk menggandakan software.

Penutup

Membedakan antara free dan nonfree software itu perlu. Sering kalinya pekerjaan ini sulit, dan butuh penanganan ahli (lihat FSF Directory Wiki). Terkadang ini mudah dengan adanya distro GNU/Linux semacam Trisquel: pengguna cukup percaya saja dan tidak usah meneliti sendiri. Bagaimanapun, tiap-tiap pengguna komputer berhak mengetahui dan perlu membedakan antara keduanya. Semoga artikel cilik ini mencerahkan dan memberi Anda pengantar untuk terus mempelajari perangkat lunak bebas. Selamat belajar!

Pranala Lanjutan

Buat Anda yang mau belajar lebih lanjut, Anda bisa membaca sumber-sumber berikut. Tanda ID berarti berbahasa Indonesia, tanda EN berbahasa Inggris.


Tulisan ini berlisensi CC BY-SA 3.0.